Singkong atau ketela pohon (Manihot esculenta) adalah salah satu tanaman pangan penting di Indonesia yang dapat tumbuh di berbagai kondisi lahan. Tanaman ini dikenal karena akarnya yang kaya karbohidrat dan sering diolah menjadi berbagai macam makanan, baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku industri. Agar singkong menghasilkan umbi yang besar dan banyak, diperlukan teknik budidaya yang baik dan benar mulai dari persiapan lahan hingga panen.
Langkah pertama untuk menanam singkong dengan hasil optimal adalah memilih bibit yang berkualitas. Bibit yang digunakan sebaiknya berasal dari batang tanaman yang sehat, tidak terlalu tua, dan telah berumur sekitar 8–12 bulan. Potongan batang setebal 2–3 cm dengan panjang sekitar 20–25 cm dapat digunakan sebagai stek. Bibit harus bebas dari hama dan penyakit serta memiliki ruas yang jelas sebagai tempat tumbuh tunas.
Setelah bibit siap, lahan tanam perlu dipersiapkan dengan baik. Singkong tumbuh optimal di tanah gembur, subur, dan memiliki drainase yang baik. Tanah yang keras atau padat akan menghambat perkembangan umbi. Pengolahan lahan dilakukan dengan cara mencangkul atau membajak sedalam 20–30 cm, kemudian dibuat bedengan atau guludan agar air tidak menggenang. Tambahkan pupuk kandang atau kompos untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Penanaman dilakukan dengan menancapkan batang stek ke tanah dengan posisi miring atau tegak, tergantung kondisi lahan. Jarak tanam ideal adalah 100 cm x 100 cm untuk memberikan ruang cukup bagi pertumbuhan umbi. Pada lahan yang subur, jarak ini bisa dipersempit. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan agar tanaman mendapatkan cukup air selama masa awal pertumbuhan.
Penyiraman rutin sangat penting pada minggu-minggu awal setelah tanam, terutama jika curah hujan rendah. Setelah tanaman tumbuh kuat, penyiraman bisa dikurangi karena singkong termasuk tanaman yang cukup tahan kering. Namun, tanah tetap harus dijaga kelembabannya agar perkembangan umbi tetap optimal.
Pemupukan berimbang menjadi kunci utama agar singkong berbuah besar dan banyak. Selain pupuk kandang saat awal tanam, pemupukan lanjutan bisa menggunakan pupuk NPK dengan dosis sesuai kebutuhan tanah. Pemberian pupuk dilakukan sekitar 1–2 bulan setelah tanam dan diulang setiap 2–3 bulan. Unsur kalium (K) sangat penting karena berperan dalam pembentukan dan pembesaran umbi.
Penyiangan gulma harus dilakukan secara rutin, terutama pada fase awal pertumbuhan tanaman. Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman dapat mengganggu penyerapan unsur hara dan cahaya. Penyiangan bisa dilakukan secara manual atau menggunakan mulsa organik untuk menghambat pertumbuhan gulma dan menjaga kelembaban tanah.
Pemangkasan daun dan cabang yang tidak produktif juga bisa membantu pertumbuhan umbi. Daun yang terlalu rimbun akan menghambat sinar matahari masuk ke bagian bawah tanaman dan menyebabkan nutrisi lebih banyak terserap ke bagian vegetatif daripada umbi. Dengan memangkas sebagian daun, tanaman akan mengalihkan energi ke pertumbuhan umbi.
Singkong biasanya dipanen pada usia 7 hingga 10 bulan tergantung varietas dan kondisi pertumbuhan. Untuk hasil maksimal, panen dilakukan saat daun mulai menguning dan jumlah cabang tidak lagi bertambah. Panen yang terlalu cepat akan menghasilkan umbi kecil, sedangkan panen yang terlalu lama bisa menyebabkan umbi keras dan kurang enak dikonsumsi.
Dengan menerapkan teknik budidaya yang tepat, singkong dapat menjadi tanaman yang produktif dan menguntungkan. Selain untuk konsumsi sendiri, singkong juga memiliki nilai jual tinggi di pasar lokal maupun industri pengolahan. Pemanfaatan limbah tanamannya sebagai pakan ternak atau pupuk organik juga menambah nilai tambah dari budidaya singkong secara keseluruhan.